Sabtu, 07 April 2012

Hadist Tentang Tanggung Jawab Manusia



PENDAHULUAN

A.      Latar belakang masalah
Kaum laki-laki adalah pemimpin, pemelihara, pembela dan pemberi nafkah dan bertanggung jawab penuh terhadap kaum perempuan yang telah menjadi isteri dan keluarganya.
Rasulullah SAW, bersabda: ”Setiap kamu adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Imam adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas rakyatnya. Lelaki adalah pemimpin dalam keluarganya dan bertanggung jawab atas semua keluarganya. Seorang bawahan adalah pemimpin bagi harta majikannya, da ia bertanggung jawab atas keselamatan dan keutuhan hartanya itu. Dan kamu adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas segala yang dipimpinnya”. (H.R.Bukhari Muslim).
Orang-orang yang kaya bertanggung jawab atas harta yang dimilikinya, dan berkewajiban untuk menunaikan zakat/infaq dari harta tersebut.
Untuk itu, pada kesempatan ini kami menyajikan pembahasan mengenai Hadist tentang tanggung jawab manusia.

B.       Tujuan Penulisan makalah
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1.             Sebagai bahan pemenuhan tugas pada mata kuliah Qur’an hadis
2.             Sebagai bahan pembelajaran dengan menggunakan metode diskusi
3.             Sebagai sarana untuk menambah wawasan dalam bidang Materi qur’an hadist.

 

PEMBAHASAN
“Hadist Tentang Tanggung Jawab Manusia”

A.      Hadis Tentang Tanggung Jawab Manusia
كلكم راع وكلكم مسؤل عن رعيته . فا لاءمام راع
وهو مسؤل عن رعيته والر جل راع في ا هله وهو
مسؤل عن رعيته والمراة راعية في بيت زوجها وهي
مسؤلة عن رعيتها . والخا د م راع في ما ل سيد ه وهو
مسؤل عن رعيته . والاء بن راع في ما ل ابيه وهو مسؤل
عن رعيته فكلكم راع وكلكم مسؤل عن رعيته (بهر مسلم)
Artinya “Kamu semua adalah pemimpin, dan kamu semua adalah bertanggung jawab dengan pimpinannya. Maka seorang imam (pemimpin) adalah sebagai penggembala yang akan ditannya tentang pimpinannya. Dan seorang laki-laki (suami) adalah sebagai pemimpin dalam keluarganya dan ia akan ditanyakan tentang pimpinannya. Dan seorang wanita (istri) adalah pemimpin dirumah suaminya yang ia akan ditanyakan tentang hasil pimpinannya. Seorang pembantu (pelayanan asisten) adalah menjadi pemimpin dalam mengawasi harta benda tuannya, dan ia bertanggung jawab (akan ditanyakan) dari hal pimpinannya. Dan seorang anak adalah pengawas harta benda ayahnya yang ia akan ditanyakan tentang hal pengawasannya. Maka kamu semua adalah pemimpin dan kamu semua akan ditanyakan tentang perhatiannya. (HR. Bukhari-Muslim).[1]
B.       Penjelasan
Hadits diatas menunjukkan bahwa ajaran Islam sangat menjunjung tinggi tanggung jawab seseorang. Tanggung jawab ada hubungannya dengan hak dan kewajiban. Orang-orang yang kaya bertanggung jawab atas harta yang dimilikinya, dan berkewajiban untuk menunaikan zakat/infaq dari harta tersebut. Dia juga berhak untuk mempergunakannya sebagaimana yang dikehendakinnya asal sesuai dengan aturan Allah SWT.
Hadits diatas juga menjelaskan bahwa pada hakikatnya semua manusia itu adalah pemimpin. Dengan demikian, semua orang mempertangung jawabkan segala sesuatu yang menjadi tanggung jawabnya.
Disebutkan dalam hadis tadi, umpamanya seorang pembantu adalah pemimpin bagi harta majikannya itu.
Selain itu, hadis di atas berbicara tentang etika kepemimpinan dalam islam. Dalam hadis ini dijelaskan bahwa etika paling pokok dalam kepemimpinan adalah tanggun jawab. Semua orang yang hidup di muka bumi ini disebut sebagai pemimpin. Karenanya, sebagai pemimpin, mereka semua memikul tanggung jawab, sekurang-kurangnya terhadap dirinya sendiri. Seorang suami bertanggung jawab atas istrinya, seorang bapak bertangung jawab kepada anak-anaknya, seorang majikan betanggung jawab kepada pekerjanya, seorang atasan bertanggung jawab kepada bawahannya, dan seorang presiden, bupati, gubernur bertanggung jawab kepada rakyat yang dipimpinnya, dst.
Akan tetapi, tanggung jawab di sini bukan semata-mata bermakna melaksanakan tugas lalu setelah itu selesai dan tidak menyisakan dampak (atsar) bagi yang dipimpin. Melainkan lebih dari itu, yang dimaksud tanggung jawab di sini adalah lebih berarti upaya seorang pemimpin untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pihak yang dipimpin. Karena kata ra‘a sendiri secara bahasa bermakna gembala dan kata ra-‘in berarti pengembala. Ibarat pengembala, ia harus merawat, memberi makan dan mencarikan tempat berteduh binatang gembalanya. Singkatnya, seorang penggembala bertanggung jawab untuk mensejahterakan binatang gembalanya.
Tapi cerita gembala hanyalah sebuah tamsil, dan manusia tentu berbeda dengan binatang, sehingga menggembala manusia tidak sama dengan menggembala binatang.
Anugerah akal budi yang diberikan Allah kepada manusia merupakan kelebihan tersendiri bagi manusia untuk mengembalakan dirinya sendiri, tanpa harus mengantungkan hidupnya kepada penggembala lain. Karenanya, pertama-tama yang disampaikan oleh hadis di atas adalah bahwa setiap manusia adalah pemimpin yang bertanggung jawab atas kesejahteraan dirinya sendiri. Atau denga kata lain, seseorang mesti bertanggung jawab untuk mencari makan atau menghidupi dirinya sendiri, tanpa mengantungkan hidupnya kepada orang lain.
Dengan demikian, karena hakekat kepemimpinan adalah tanggung jawab dan wujud tanggung jawab adalah kesejahteraan, maka bila orang tua hanya sekedar memberi makan anak-anaknya tetapi tidak memenuhi standar gizi serta kebutuhan pendidikannya tidak dipenuhi, maka hal itu masih jauh dari makna tanggung jawab yang sebenarnya.
Demikian pula bila seorang majikan memberikan gaji PRT (pekerja rumah tangga)  di bawah standar UMP (upah minimu provinsi), maka majikan tersebut belum bisa dikatakan bertanggung jawab. Begitu pula bila seorang pemimpin, katakanlah presiden, dalam memimpin negerinya hanya sebatas menjadi “Pemerintah” saja, namun tidak ada upaya serius untuk mengangkat rakyatnya dari jurang kemiskinan menuju kesejahteraan, maka presiden tersebut belum bisa dikatakan telah bertanggung jawab. Karena tanggung jawab seorang presiden harus diwujudkan dalam bentuk kebijakan yang berpihak pada rakyat kecil dan kaum miskin, bukannya berpihak pada konglomerat dan teman-teman dekat.
Oleh sebab itu, bila keadaan sebuah bangsa masih jauh dari standar kesejahteraan, maka tanggung jawab pemimpinnya masih perlu dipertanyakan.




PENUTUP

A.      Kesimpulan
Setiap manusia bertanggung jawab terhadap tugas yang diembannya dan tugas itu akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah kelak di hari pembalasan.
Selain itu, hakikat tanggung jawab di sini adalah lebih berarti upaya seorang pemimpin untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pihak yang dipimpin.

DAFTAR PUSTAKA


Tim UII Press. Al-Qur’an dan Tafsirnya II Jus 4-5-6. Yogyakarta: UII Press. 2004.
Syaikh Muhammad Al-Utsaimin, Syarah Riyadhus Shalihin Jilkid II. Jakarta: Darul Falah. 2006





 






[1]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar